Era reformasi mewarnai pendayagunaan aparatur negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan dan pembangunan dengan praktek-praktek good governance. Agar good governance menjadi kenyataan dan sukses, dibutuhkan komitmen dari semua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Good governance yang efektif menuntut adanya “alignment” (koordinasi) yang baik dan integritas, profesionalisme, serta etos kerja dan moral yang tinggi.


A. Restrukturisasi Sebagai Alternatif Pemberdayaan
  1. Restrukturisasi dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari generasi kelima manajemen, yaitu manajemen yang berbasis kepada dynamic teaming (tim yg dinamis), knowledge networking (jaringan pengetahuan), cross border atau out of board (lintas batas), serta virtual enterprises (perusahan virtual). Kesemuanya mengarah kepada suatu kesepakatan bahwa mengelolah organisasi pada zaman modern seperti sekarang tidak mungkin lagi mengandalkan kepada teknik konvensional seperti struktur mekanistik maupun jalur perintah berbelit-belit. Sebaliknya organisasi harus diperlakukan secara luwes dan fleksibel, memperbesar pendelegasian wewenang, memacu peran dan tanggung jawab staf fungsional, serta memiliki rentang kendali (spend of control) yang tidak terlalu panjang.
  2. Latar belakang restrukturisasi dapat dilacak sifat dasar organisasi modern baik pada sektor publik maupun sektor privat atau bisnis yang merupakan suatu sistem terbuka (open system).


B. Pemberdayaan Guna Meningkatkan Kinerja

Konsep tentang pemberdayaan telah diterima secara luas dan digunakan, jadi pemakaian konsep tersebut secara kritikal meminta adanya telaah yang sifatnya mendasar dan jernih. Menurut Webster dan Oxford English dictionary kata “empower” mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power authority to, dan yang kedua berarti to give ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasan, mengalihkan kekuatan dan mendelegasikan otoritas kepada pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan.

Sejalan hasil tersebut menurut prijono dan pranaka mengutarakan sebagai bagian dengan aliran pada paruh kedua abad ke-20 yang banyak dikenal sebagai aliran post modernism dengan titik berat sikap dan pendapat yang orientasinya adalah anti-sistem, anti-struktur dan anti-determinisme, yang di aplikasikan kepada dunia kekuasaan. Sedangkan paul juga  menyatakan pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap ”proses dan hasil-hasil pembangunan”.

Bennis dan Mische menjelaskan bahwa pemberdayan berarti menghilangkan batasan birokrasi yang mengkotak-kotakkan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif mungkin keterampilan, pengalaman, energi, dan ambisinya. Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa dengan pemberdayaan, dapat mendorong terjadinya inisiatif dan respon, sehingga seluruh masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan cepat dan fleksibel. Misalnya dalam organisasi yang telah menerapkan pemberdayaan, setiap karyawan akan dihormati karena peranan penting mereka dalam menunjang keberhasilan organisasi. Mereka memiliki wewenang dan fleksibilitas guna memastikan adanya hasil akhir yang berkualitas. Organisasi yang mengupayakan pemberdayaan, pada dasarnya mudah untuk diajak berusaha, karena seluruh pola kerjanya diarahkan pada sikap penuh tanggung jawab.


C. Organisasi Masa Depan

Tingkat dan percepatan perubahan organisasi dimasa yang akan datang tidak menurun. Oleh karena itu ancaman dan peluang yang luar biasa akan dihadapi oleh organisasi akibat perubahan yang luar biasa cepat dan kompleksnya globalisasi teknologi, sistem ekonomi, politik dan sosial. Dengan demikian struktur,  sistem, staf, knowledge-skill-attitude (KSA),  gaya manajemen dan budaya organisasi dan praktik akan selalu menjadi bagian dari persoalan (penghambat) dari solusi (Fasilitator). Berdasarkan hal tersebut,  untuk mengantisipasi masa mendatang,  beberapa hal yang perlu dilakukan organisasi masa depan adalah :

  • Memelihara kesadaran tinggi akan urgensi
Kesadaran tinggi akan tingkat urgensi yaitu memahami hal yang mendesak dan menempatkannya sebagai prioritas dalam menghadapinya,  sangat membantu proses mengatasi masalah dan langkah perubahan besar. Tingkat urgensi yang tinggi tidak berarti kepanikan,  kekhawatiran dan ketakutan.  Untuk mampu memelihara urgensi tingkat tinggi diperlukan sistem informasi akuntabilas kinerja yang jauh lebih baik dibanding dengan yang telah ada di abad 20 ini.

  • Arsitektur organisasi
Misi dan tujuan setiap organisasi sektor publik adalah memuaskan para pihak yang berkepentingan melalui pelayanan publik yang baik (prima) dan pelestarian kepercayaan publik. Tantangan untuk mencapai kepuasan melalui mutu yang prima atas pelayanan publik dan pelestarian kepercayaan publik yang multi dimensional di hadapkan pada fakta bahwa informasi dan pengetahuan individu,  kelompok yang berbeda,  belum terkodifikasi. Komplikasi yang kedua ialah bahwa para pengambil keputusan organisasi tidak mempunyai insentif yang sepadan untuk mengambil keputusan yang efektif sekalipun amanat, delegasi atau atribusinya tepat dan penugasan tugas pokok,  fungsi dan tanggung jawabnya sudah tepat dan pengukuran serta evaluasi kinerja sangat jelas. Tantangan utama dalam desain dan pengembangan instansi pemerintah dan sistem nasional ialah mengoptimalkan informasi untuk pengambilan keputusan dan akuntabilitas serta menciptakan insentif yang sepadan untuk menggunakan informasi dan pengetahuan dalam peningkatan pelayanan publik prima dan pelestarian kepercayaan publik pada organisasi.

  • Perubahan Arsitektur organisasi
Perubahan kondisi pasar,  teknologi,  sistem sosial,  regulasi,  good governance, institusi regional dan global dapat memengaruhi arsitektur desain dan pengembangan organisasi serta biaya proses langkah perubahan. Terutama pengaruh pelayanan publik prima dan pelestarian kepercayaan publik terhadap organisasi melalui perubahan strategi dan kultural,  evaluasi dan pengukuran kinerja serta sistem informasi dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP). Dengan demikian,  arsitektur organisasi mencakup 3 unsur desain organisasi sebagai ditemukan utama sukses/gagalnya organisasi,  yaitu :
  1. Sistem penetapan wewenang,  tugas pokok dan fungsi dan tanggung jawab
  2. Sistem balas jasa yang sepadan
  3. Sistem evaluasi indikator/pengukuran kinerja untuk individu dan unit organisasi. 

Masalah utama ialah meyakinkan diri bahwa pengambil keputusan dan akuntabilitas semua pihak yang berkepentingan terhadap organisasi mempunyai informasi dan pengetahuan yang relevan mengambil keputusan yang baik dan benar serta adanya insentif sepadan yang menggunakan informasi secara produktif dan terperdaya.

Ditulis oleh : Andrianto Umbu Ndjandji